31 Desember 2014

God very close with us.



Sinar matahari meredup seiring dengan malam yang semakin mendekat. Cahaya yang awalnya begitu benderang, mulai meredup dan menyisakan cahaya kuning lembayung yang menentramkan hati setiap orang yang memandangnya. Dan suasanapun terasa menjadi semakin dingin merasuk ke dalam tubuh setiap orang yang merasakannya. Cahaya lembayung perlahan memudar meninggalkanku disini yang sedari tadi setia memandangnya dari sudut jendelaku. Cahaya itu berganti gelap yang menakutkan, burung-burung pun kembali ke sarangnya seolah takut akan kegelapan tengah datang menghampiri. Hanya tinggal suasana sepi dan hening yang kurasa sekarang. Kunaikkan kakiku ke kursi yang kududuki dan menekuknya, kumeringkuk disamping jendela mengurangi kerisauan hatiku tentang apa yang akan terjadi setelah ini.
Kutertunduk tak mampu untuk melihat langit yang sekarang berubah menjadi menakutkan dengan gelapnya. Perlahan kulihat secercah cahaya yang masuk menembus jendela kamarku, kutengadahkan wajahku untuk melihat langit, untuk melihat ada apakah disana sehingga membuat malam yang gelap menjadi terang. Kulihat benda bulat putih menggantung di langit dan bersinar tak kalah indahnya dengan sinar mentari. Apakah itu yang disebut orang-orang dengan rembulan? Ternyata rembulan lebih indah dari apa yang sering diceritakan orang-orang dahulu.
Ternyata rembulan tak sendiri, ia ditemani oleh cahaya-cahaya kecil disekitarnya yang juga memancarkan sinar yang tak kalah indah dengannya. Hatiku tentram, kerisauan hatiku seketika sirna seiring dengan sinar dari cahaya-cahaya malam yang berpendar menghapus kegelapan yang tadinya menakutkan menjadi mengagumkan. Sungguh kuasa Tuhan atas segala sesuatu yang ada dan terjadi di muka bumi ini. Tuhan menciptakan  kegelapan, namun Tuhan pun tak lupa untuk menciptakan cahaya-cahaya penerang agar umatnya tak ketakutan dalam gelapnya malam yang Ia ciptakaan berdampingan dengan terangnya siang yang Ia ciptakan pula. Tuhan tak pernah jauh dari kita, Tuhan selalu dekat dengan umatnya, bahkan lebih dekat daripada urat nadi kita sendiri.  

Bandung
12 desember 2014 at 11:45 ― 12:32
@NikeMeilanisari

I hope i can find the answer.



Begitu cerah hari ini hingga dapat merubah pagi yang sejuk menjadi siang yang terik akan panas mentari. Sepertinya hari ini mentari tampak gembira, dia tak sungkan-sungkan untuk berpendar dan bersinar disertai siulannya yang berubah menjadi angin besar yang seolah-olah sanggup meniup segala yang dilewatinya.  Gorden kamarku pun ikut menari-nari mengikuti irama siulan sang mentari siang ini. Kain itu membelai-belai kakiku seolah mengajakku untuk menari bersamanya mengikuti irama angin. Kurebahkan tubuhku di kasur yang menghadap jendela, membuatku tak bisa untuk tak memandang langit biru yang cerah siang ini. Langit terlihat menyilaukan, namun aku tak dapat berpaling darinya.
Mengapa langit yang begitu indah itu memancarkan cahaya yang menyilaukan? Seolah tak ingin ada seorang manusia yang memandangnya berlama-lama. Mengapa langit yang begitu indah itu sangat jauh dari jangkauan? Seolah tak ingin ada seorang manusia yang dapat menggapainya. Mengapa langit yang begitu indah itu terlihat kesepian? Padahal banyak orang yang senang memandang bahkan mengaguminya.
Kupandang cincin yang tersemat indah di jari manisku, kilau intannya begitu menyilaukan. Kuangkat tanganku dan mensejajarkan jariku dengan langit, keduanya sama-sama indah dan menyilaukan. Aku sangat menyukainya, melihatnya ketika memancarkan kilaunya. Namun aku tak dapat menikmatinya terlalu lama, karna kilau indahnya begitu menyakitkan mata. Kuturunkan tanganku dan memandang intan permata di cincin, mengapa hal indah seperti intan permata dan langit cerah tak dapat dinikmati terlalu lama? Padahal akan terlukis senyum indah pada setiap orang yang memandangnya, bukankah itu hal yang baik?
Entahlah, banyak sekali hal yang tak kuketahui. Aku selalu berusaha mencari jawaban atas ketidaktahuanku ini, namun sampai sekarang aku tidak dapat menemukannya. Kemana lagi aku harus mencari jawaban atas ketidaktahuanku ini? Berapa lama lagi hingga aku dapat menemukannya?. Entahlah, ku harap aku dapat segera menemukannya.

Bandung
11 desember 2014 at 13:42 ― 15:05
@NikeMeilanisari

It’s my false, not your false.



Pagi datang kembali, membawa sinarnya yang menghangatkan, membawa udara yang menyejukkan, dan membawa ingatanku akan dirimu. Sinar mentari terasa hangat namun menyilaukan, sama seperti dirimu, yang  hangat ketika ku bersamamu namun begitu tinggi dan menyilaukan karna pesonamu. Udara pagi terasa menyejukkan namun menyakitkan, sama seperti dirimu yang ketika bersamamu ku merasakan kesejukan di hati namun rasa sakit ikut menyertai kesejukan yang kurasa.
            Pagi datang kembali dengan diriku yang masih menunggumu dalam diam disini. Sinar mentari yang hangat tak mampu menghangatkan hatiku yang dingin tanpa hadirmu. Udara pagi yang sejuk tak mampu menyejukkan hatiku yang gersang tanpa senyummu untukku. Kicau burung yang indah tak mampu mengisi ruang hatiku yang sepi tanpa sapa darimu.
Pagi yang datang dengan indah ini tiba-tiba tertutup oleh awan kelabu, sinar mentari pun tak lagi menghangatkan, udara yang menyejukkan berganti menakutkan, kicau burung tak lagi terdengar dan berganti dengan suara gemuruh angin yang bersahutan. Sama seperti kenyataan yang terjadi diantara aku dan kamu. Ketika ku merasakan semua keindahan yang ada pada dirimu dan ikut merasakannya, kenyataan yang menyakitkanpun ikut menyertai kebahagiaanku itu. Kenyataan bahwa diriku tak akan pernah bisa memiliki dirimu, kenyataan bahwa diriku tak cukup pantas untuk bersama denganmu, kenyataan bahwa dirimu tak akan pernah melihat besarnya cintaku ini, dan kenyataan bahwa kau lebih memilih bahagia bersama dengan dirinya dibanding dengan diriku yang tlah lama mencintai dan menanti dirimu selama ini.
Bertahun-tahun, pagi yang sama datang dan aku baru menyadarinya sekarang. Betapa bodohnya diriku yang menyia-nyiakan tiap pagiku terlewat hanya untukmu. Aku sangat menginginkanmu, namun kau tak pernah sedikitpun menginginkanku. Bukan salahmu yang memang tak menginginkanku , tapi ini semua salahku, salahku yang tak melihat bahwa dirimu tak menaruh perhatian lebih terhadapku, salahku yang tak sadar akan kapasitas diriku ini yang sampai kapanpun tak akan pernah mampu untuk memiliki dirimu.

Bandung
3 desember 2014 at 08:45 ― 09:24
@NikeMeilanisari